Mampu Menahan Amarah itu Sama dengan Mampu Mengendalikan Keinginan dan Diri dari Hawa Nafsu
Hamba-hamba ALLAH Ta’ala yang bertakwa, meskipun mereka tidak luput (terlepas) dari sifat marah, akan tetapi kerana mereka selalu berusaha melawan keinginan hawa nafsu, maka mereka pun selalu mampu meredam (menahan) kemarahan mereka kerana ALLAH Ta’ala.
ALLAH Ta’ala memuji mereka dengan sifat ini dalam firman-NYA,
{الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ}
“Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. ALLAH menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali ‘Imran:134)
Maknanya: jika mereka disakiti orang lain yang menyebabkan timbulnya (terjadinya) kemarahan dalam diri mereka, maka mereka tidak melakukan sesuatu yang diinginkan oleh watak kemanusiaan mereka (melampiaskan / membiarkan kemarahan), akan tetapi mereka (justru berusaha) menahan kemarahan dalam hati mereka dan bersabar untuk tidak membalas perlakuan orang yang menyakiti mereka.
Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
« لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ »
“Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah”.
Inilah kekuatan yang terpuji dan mendapat keutamaan dari ALLAH Ta’ala, yang ini sangat sedikit dimiliki oleh kebanyakan manusia.
Imam Al-Munawi berkata, “Makna hadits ini: orang kuat (yang sebenarnya) adalah orang yang (mampu) menahan emosinya ketika kemarahannya sedang bergejolak dan dia (mampu) melawan dan menundukkan nafsunya (ketika itu).
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits ini membawa makna kekuatan yang zahir kepada kekuatan batin.
Dan barangsiapa yang *mampu mengendalikan dirinya* ketika itu maka sungguh dia telah *(mampu) mengalahkan musuhnya yang paling kuat dan paling berbahaya (hawa nafsunya)*”.
Wallahu A'lam Bishawab.
Terimakasih.
- Syeikh Muhammad Syahrum Alfan -