TAUSIYAH :*Salik dan Suluk*

 Tausiyah :*Salik dan Suluk*

Perjalanan yang ditempuh para salik sangat panjang dan penuh rintangan. Tanpa bimbingan dan pengawasan dari Mursyid akan berdampak buruk pada diri sendiri, bahkan akan membawa dampak buruk pula bagi orang lain. Kerana tanpa bimbingan dan pengawasan, sangat mungkin untuk seorang salik malah terjerumus pada tujuan-tujuan palsu dan masuk dalam ilusi-ilusi yang mempesonakan dari godaan setan.
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, dalam kitab Minhajul ‘Abidin Ilaa Janhati Rabbil ‘Alamin, h. 8 mengatakan:

“Ketahuilah olehmu, bahawasanya Guru itu adalah pembuka (dari ilmu yang masih tertutup) dan memudahkan (dari ilmu yang sulit). Mendapatkan ilmu dengan adanya bimbingan Guru akan lebih mudah dan menyenangkan.”

Dalam Kitab Al-Fawaaidul Makkiyyah, halaman 25 dan Kitab Taudhihul Adillah, juz III, halaman 147, terdapat syair:

“Barangsiapa yang mengambil ilmu dari seorang guru secara langsung berhadap-hadapan, niscaya akan terjagalah dia dari kesesatan dan kekeliruan.”
“Dan bahawasanya menuntut ilmu tanpa ada bimbingan dari guru, laksana seseorang yang menyalakan pelita, padahal pelita itu tidak berminyak.”
“Setiap orang yang menuntut ilmu secara tersendiri (tanpa Guru), maka sesungguhnya dia berada dalam kesesatan.”

Ketika seorang calon salik telah menemukan sosok Guru Mursyid, pertama-tama yang harus dilakukan adalah memantabkan niat untuk bertemu dan meminta pada Mursyid agar berkenan membimbingnya selama menjalani suluk hingga mencapai kesempurnaan Makrifat. Diusahakan untuk mandi dan berwudhu sebelum berangkat menuju kediaman Mursyid. Dan mengenakan pakaian yang sesuai dengan budaya serta kebiasaan dari Guru Mursyid tersebut.

Sampaikan keinginan kita untuk mendapatkan bimbingan dari beliau dalam laku suluk hingga mencapai kesempurnaan Makrifat. Jika sudah mendapatkan persetujuan dari Mursyid untuk mengangkat kita sebagai salik, kita harus memperhatikan adab-adab sebagai salik pada Mursyid, seperti yang telah penulis simpulkan dari kitab Risatul Idabi Sulukil-Murid, Tanwirul-Qulub, dan Iqazhul-Himam, sebagai berikut:

(1.) Murid / salik harus takzim pada Guru Mursyidnya. Dia harus meyakini bahawa dengan perantaraan bimbingan dari Guru Mursyidnya inilah dia dapat mencapai wushul kepada ALLAH. Salik tidak boleh menoleh pada Guru Mursyid lain kecuali memang mendapatkan perintah atau izin langsung dari Guru Mursyidnya yang pertama. Tidak boleh pula membandingkannya dengan Guru Mursyid lain. Tidak dibenarkan pula menyangsikan dan mempertanyakan, bahkan membantah perkataan, arahan, amalan, maupun perintah dari Guru Mursyid (terutama yang berkaitan dengan suluk).

(2.) Salik hendaknya memasrahkan segala urusannya kepada Guru Mursyidnya. Utamanya saat menjalani laku suluk, salik harus melupakan segala urusan duniawinya, menyimpan segala pengetahuannya selama ini sehingga ilmu Ilahiah yang ditanamkan oleh Guru Mursyid selama laku suluk dapat merasuk dalam dirinya.

(3.) Salik harus siap secara zahir batin untuk berkhidmat pada Guru Mursyidnya, baik dengan tenaga, harta, mahupun fikiran. Meyakini bahawa Guru Mursyid mengetahui dengan pasti kemampuan masing-masing muridnya, sehingga apapun yang diminta oleh Guru Mursyid tidak akan memberatkan muridnya.

(4.) Salik harus selalu berbaik sangka pada Guru Mursyidnya. Dilarang menginterupsi perkataan serta apapun yang dilakukan oleh Guru Mursyid, kerana apapun yang dikatakan dan dilakukan beliau pastilah sesuai dengan syariat dan hukum fiqh yang berlaku. Harus selalu berbaik sangka pada Guru Mursyid baik itu dihadapan mahupun dibelakang beliau.

Jika ada bisikan-bisikan yang mempertanyakan tentang kebijaksanaan Guru Mursyid dalam perkataan mahupun tindakannya, hendaknya segera dibuang jauh-jauh bisikan tersebut. Jika bisikan itu tetap ada, maka segera disampaikan pada Guru Mursyidnya secara pribadi, supaya Guru Mursyidnya dapat memberikan solusi untuk mengobati dan menghilangkan gangguan dari bisikan-bisikan tersebut.

(5.) Ketika menemui kendala (masalah) atau mendapatkan isyarah-isyarah selama laku suluk, segera disampaikan secara pribadi pada Guru Mursyidnya. Salik dilarang untuk mencari-cari solusi sendiri atau menerka-nerka isyarah yang dirasakannya sesuai dengan keinginannya sendiri. Kerana kendala yang ditemui oleh masing-masing salik berbeza antara satu dengan yang lainnya. Begitu juga dengan rasa yang dianggap sebagai isyarah, boleh jadi itu malah bisikan dan godaan syeitan untuk menggagalkan laku suluknya. Maka dari itu apapun yang dirasakan oleh salik harus disampaikan pada Guru Mursyidnya, sehingga laku suluk tetap berada dalam pengawasan dan bimbingan dari Guru Mursyid.

(6.) Segera lakukan apapun yang diperintahkan oleh Guru Mursyid tanpa banyak alasan mahupun pertimbangan, walaupun itu hal yang kurang sesuai dengan keinginan dan angan-angan kita. Harus disadari bahawa kemahuan dan angan-angan salik hanya terbatas pada nafsu, sedangkan perintah dari Guru Mursyid pastilah sudah dipertimbangkan sesuai kemampuan diri dan kemampuan ruhani dari salik. Kerana pada dasarnya, Guru Mursyid telah mendapatkan petunjuk dari ALLAH untuk mengetahui secara ruhani dari masing-masing muridnya. Demikian juga sebaliknya, jika dilarang oleh Guru Mursyid untuk melakukan sesuatu, maka salik harus mentaatinya dengan penuh kerelaan demi kemaslahatan dirinya sendiri.

Saya cukupkan sahaja dulu hingga nombor (6.) untuk yang membaca boleh siapkan diri guna faham dan mampukan diri dalam memahami dengan fikiran yang bersih dan lurus mengapa seperti itu! Kerana seorang Nabi dan Rasul, Musa 'Alaihi Sallam (AS) pun tak boleh faham terhadap apa yang dikatakan oleh Nabi Khidir AS, apatahlagi yang dilakukan (perbuatan) Nabi Khidir AS tidak dapat difahamkan (diterima) oleh Nabi Musa AS, baca dan fahamkan dalam Surah Al-Kahf ayat 60 - 82.

Fahamkan:

Seorang salik adalah seseorang yang menjalani disiplin spiritual dalam menempuh jalan sufisme Islam untuk membersihkan dan memurnikan jiwanya, yang disebut juga dengan jalan suluk. Dengan kata lain, seorang salik adalah seorang penempuh jalan suluk.
Suluk adalah kegiatan berDzikir secara terus-menerus mengingat ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala (SWT), meninggalkan fikiran dan perbuatan duniawi hanya untuk mendekatkan diri dan memperoleh keridhaan ALLAH SWT. Seseorang yang menempuh jalan suluk disebut salik.
Dalam kaitannya dengan Agama Islam dan sufisme, kata suluk berarti menempuh jalan (spiritual) untuk menuju kepada ALLAH. Menempuh jalan suluk (bersuluk) mencakup sebuah disiplin seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris Agama Islam (Syariat) sekaligus aturan-aturan esoteris Agama Islam (Hakikat).
Tuan Guru Syeikh Muhammad Syahrum Alfan Bin Achmad Chaidir Ilham